gravatar

Siapakah sebenarnya dibalik PBB

logo PBB
“Pada lima belas tahun pertama berdirinya, PBB tak lebih dari perpanjangan tangan Departemen Luar Negeri AS,” demikian pernyataan Profesor Yash Tandon dari The University of Dar es-Salam, Kairo.

Pernyataan ini tidaklah berlebihan, bahkan realitas PBB sebagai kendaraan politik AS, tetap dan terus berlangsung hingga kini. Sikap bungkam PBB terhadap kebiadaban Zionis Israel akhir-akhir ini merupakan salah satu bukti. Pasalnya, AS memang meridhai tindakan brutal tersebut.

 PBB: Antara Konsep dan Realitas

Kecerdikan dan kelicikan negara-negara kafir Barat, khususnya Amerika, tampaknya telah berhasil me-make up Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menjadi sebuah organisasi yang tampil bagaikan pahlawan internasional. Buktinya, negara-negara di dunia, tak terkecuali negeri-negeri Islam, masih memberikan loyalitas dan kepercayaan kepada organisasi ini. Bahkan, keberadaannya pun dianggap sebagai suatu keniscayaan. Padahal, PBB terbukti telah gagal dalam menyelesaikan berbagai masalah internasional.

Jauh panggang dari api, itulah pepatah yang tepat bagi PBB. Organisasi internasional terbesar yang sebelumnya bernama Liga Bangsa Bangsa ini, konon didirikan di atas asas persamaan kedaulatan bagi semua anggota; dengan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan, perdamaian, dan keadilan. Akan tetapi, semua itu tidak lebih dari sekadar retorika belaka. Pasalnya, pemberiaan hak istimewa (previllege) kepada segelintir negara yang tergabung ke dalam anggota tetap Dewan Keamanan jelas bertolak belakang dengan konsep persamaan dan kesetaraan bagi semua anggota, sebagaimana yang didengungkan. Hak istimewa yang dikenal dengan hak veto ini merupakan hak khusus yang hanya dimiliki oleh lima negara: Amerika, Inggris, Prancis, Rusia, dan Cina. Dengan hak vetonya, kelima negara tersebut dapat melarang atau menolak suatu keputusan. Padahal, sejak awal pendiriannya, lembaga ini telah memiliki 51 anggota asli, yaitu negara-negara yang ikut menandatangani Piagam PBB dalam Konferensi San Fransisco tahun 1945. Anehnya, ke-51 negara tersebut tidak memiliki kesetaraan hak. Inilah cacat bawaan terbesar PBB dari sejak kelahirannya.

Awal Dominasi AS di PBB

Sebelum PBB berdiri, Presiden AS Woodrow Wilson telah terlebih dahulu merintis organisasi internasional yang bernama Liga Bangsa Bangsa (League of Nations). Gagasan pendirian organisasi ini dicetuskan tahun 1918, sebelum Perang Dunia I berakhir. Dalam pidatonya di depan Konggres, tanggal 8 Januari 1918, Wilson mengungkapkan beberapa syarat untuk mewujudkan perdamaian. Syarat-syarat itu terdiri dari 14 pasal, yang selanjutnya dikenal dengan Fourteen Points. Pasal ke-14 dari syarat-syarat itu menyebutkan perlunya pembentukan suatu perserikatan negara-negara yang akan memberi jaminan keamanan kepada semua negara tanpa membeda-bedakan apakah negara itu besar atau kecil.1] Perserikatan negara-negara yang disebutkan dalam pasal ini akhirnya terwujud dengan terbentuknya Liga Bangsa Bangsa tahun 1919. Sejak itu, AS mulai menanamkan pengaruhnya dalam organisasi internasional ini, yang selanjutnya berubah menjadi United Nation (UN) atau Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), pada akhir Perang Dunia II, tahun 1945.

Ditetapkannya Lake Succes New York sebagai markas PBB bukanlah suatu kebetulan. Semua itu tidak lepas dari upaya AS untuk menjadikan PBB sebagai underbouw-nya. Hal ini tidak terlalu sulit bagi Amerika, apalagi AS merupakan penopang sebagian besar anggaran belanja PBB melalui iuran anggotanya.

Saat itu, AS memang merupakan negara yang memiliki kekuatan militer dan ekonomi terbesar. Dalam tahun 1943, produksi persenjataan AS tiga kali lebih besar dari persenjataan Jerman, Inggris, ataupun Uni Soviet.2] GNP Amerika maju pesat sebesar 50 persen, Eropa Barat kehilangan seperempat ekonomi mereka, sementara pertumbuhan ekonomi Uni Soviet tertahan selama satu dasawarsa.3]

Pada akhir tahun 1950, ekonomi AS besarnya tiga kali ekonomi Uni Soviet, lima kali ekonomi Inggris, dan sepuluh kali ekonomi Jepang.4] Dengan perimbangan kekuatan yang demikian, sangat mudah bagi AS untuk menanamkan dominasinya atas PBB. Sebaliknya, sangat sulit bagi PBB untuk tidak “berbaik hati” kepada negeri Paman Sam ini. Oleh karena itu, jadilah PBB sebagai alat legitimasi AS untuk memaksakan berbagai kebijakannya dalam konstelasi politik dunia. Dengan memanfaatkan organisasi internasional ini, AS dapat memperkokoh kedudukannya sebagai negara adidaya nomor satu.

Sebagai sebuah negara yang tegak di atas suatu ideologi, yaitu kapitalisme, wajar jika AS mempunyai ambisi untuk menjadikan ideologinya dianut oleh seluruh bangsa dan negara. AS meyakini bahwa ideologi yang dimilikinya adalah ideologi terbaik yang layak diberlakukan bagi setiap negara. Oleh karena itu, dengan menggunakan berbagai sarana dan cara, termasuk cara paksa, AS selalu berusaha menggapai ambisinya tersebut. Sikap semacam ini diakui sendiri oleh salah seorang warga AS pemenang Hadiah Nobel bidang sastra. Pengakuan yang dikutip oleh Douglas K. Steveson, dalam bukunya, American Life and Institution, 1987, menyebutkan, “Kita yakin bahwa pemerintahan kita adalah lemah, bodoh, suka memaksa, tidak jujur, dan tidak efisien. Meski demikian, pada saat yang sama, kita pun sangat yakin bahwa sistem kita merupakan sistem pemerintahan terbaik di dunia, dan kita pun ingin memberlakukannya pada setiap negara.”

 Cikal-Bakal PBB dan Kiprahnya Pasca Keruntuhan Daulah Islam

Meskipun PBB baru berdiri pada tahun 1945, “embrio” organisasi ini sesungguhnya telah ada jauh sebelum kelahirannya. Pada akhir abad ke-16 M, Negara-negara Kristen Eropa membentuk apa yang mereka sebut sebagai Keluarga Eropa. Organisasi inilah yang menjadi “embrio” PBB. Jadi, PBB, setidaknya embrionya, telah hadir dalam pentas politik internasional sejak saat itu.

Terbentuknya Keluarga Kristen Internasional (KKI) ini lebih dilatarbelakangi oleh kekhawatiran Negara-negara Kristen Eropa terhadap kekuatan Negara Islam. Daulah Utsmaniyah, sebagai Negara Islam ketika itu, benar-benar mampu menggentarkan mereka. Penaklukan wilayah Eropa berhasil dilakukan satu demi satu; mulai dari Yunani, Rumania, Albania, Yugoslavia, Hungaria, Austria, sampai berhenti di gerbang kota Wina.5]

Hingga pertengahan abad ke-17 M, kekuatan KKI ini tampaknya belum cukup efektif untuk menghadapi Negara Islam. Pada tahun 1648, Negara-negara Kristen Eropa mengadakan Konferensi Westphalia, dan menetapkan berbagai aturan untuk mengatur hubungan antar mereka. Sejak saat itu, muncullah Komunitas Internasional. Komunitas ini terdiri dari berbagai negara Kristen tanpa membedakan bentuk negara (kerajaan maupun republik) ataupun agama negara (Katolik maupun Protestan). Pada mulanya, komunitas ini dikhususkan bagi negara-negara Eropa Barat, tetapi kemudian diikuti oleh negara-negara Kristen di luar Eropa. Sementara itu, Negara Islam tidak diperkenankan bergabung sampai pada paruh kedua abad ke-19 M.

Ketika Negara Islam mulai melemah, yang dikenal dengan sebuatan “Orang Sakit dari Eropa” (The Sick Man of Europe), ia mulai mengajukan diri untuk menjadi anggota Komunitas Internasional itu. Hanya saja, usulan tersebut ditolak. Keanggotaan Negara Islam dalam Komunitas Internasional baru diterima pada tahun 1856, yaitu setelah Negara Islam bersedia memenuhi persyaratan yang amat berat. Persyaratan itu adalah kesediaan Negara Islam untuk meninggalkan Islam sebagai dasar hubungan internasional, dan meggantinya dnegan sejumlah hukum Eropa.6] Inilah sukses awal Komunitas Internasional—yang menjadi “embrio” PBB— dalam kriprahnya menghadapi kekuatan Negara Islam.

Setelah Daulah Islam hancur tahun 1924, semakin mudah bagai Komunitas Internasional untuk mengokohkan kedudukannya. Saat itu, Komunitas Internasional telah berubah wujud menjadi Liga Bangsa Bangsa (LBB). Pada tahun 1945, setelah berakhirnya PD II, LBB berubah lagi menjadi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Ditinjau dari percaturan politik internasional secara umum, AS-lah yang akhirnya unggul dalam kurun waktu itu. Oleh karena itu, AS pula yang selanjutnya mendominasi kendali organisasi internasional tersebut.

Keanggotaan PBB, pada awalnya, terbatas bagi negara-negara yang menjadi musuh Jerman, yakni negara Kristen dan negara-negara yang mengikuti mereka. Akan tetapi kemudian, dalam rangka memperkokoh hegemoninya, AS memperluas keanggotaan PBB sehingga menjadi terbuka untuk seluruh negara di dunia. Meskipun begitu, AS dan negara Kristen Eropa lainnya, tetap tidak mentoleleransi peraturan apa pun yang akan disusupkan ke dalam peraturan PBB dan Hukum Internasional. Peraturan yang lahir dari ideologi kapitalis kufurlah yang menjadi satu-satunya sumber peraturan PBB dan Hukum Internasional.

 Strategi PBB Mengokohkan Kapitalisme

Strategi PBB dalam mengokohkan peranannya di pentas politik internasional sesungguhnya lebih mencerminkan strategi AS dalam memanfaatkan organisasi ini. Dominasi AS di PBB telah menjadikan organisasi bangsa-bangsa ini sarana yang efektif bagi negara adidaya tersebut untuk memposisikan dirinya sebagai pemain tunggal dalam percaturan politik dunia. Oleh karena itu, wajar jika kiprah PBB lebih banyak diwarnai oleh ambisi-ambisi AS.

Ada beberapa strategi yang digunakan AS untuk memanfaatkan PBB bagi kepentingan dirinya. Di antaranya:

1. Mengokohkan kedudukan PBB sebagai organisasi internasional yang berwenang menyelesaikan masalah-masalah dunia yang dihadapi berbagai bangsa dan negara.

Strategi ini dilakukan dengan cara membangun opini dunia bahwa PBB merupakan organisasi yang bersifat internasional, meskipun tidak seluruh negara yang ada masuk menjadi anggota. Dengan sifat internasional ini, PBB menjadi satu-satunya pihak yang berwenang dan dapat dipercaya untuk membahas masalah-masalah internasional. Selain itu, negara-negara yang dilibatkan dalam percaturan politik internasional dibatasi hanya bagi mereka yang bergabung menjadi anggota PBB saja. Hal ini menjadikan negara-negara yang tidak menjadi anggota atau menolak menjadi anggota tersingkir dan tidak mampu memberikan pengaruh terhadap percaturan politik internasional. Fenomena semacam ini pernah dialami Rusia pasca Perang Dunia I dan Spayol pasca Perang Dunia II.7]

2. Mengokohkan kedudukan PBB sebagai organisasi internasional yang mempunyai legitimasi untuk merumuskan aturan-aturan yang menjadi sumber hukum internasional.

Dengan mengeksploitasi sifat keinternasionalannya, PBB dan sejumlah badan perlengkapannya—seperti Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi, dan lain-lain—dapat memposisikan dirinya sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan mengeluarkan aturan, perundang-undangan, keputusan, piagam, resolusi, atau apa pun namanya yang berlaku bagi masyarakat internasional. Prof. Frans E. Likadja, S.H., dalam bukunya, Desain Intruksional Dasar Hukum Internasional, menyebutkan, sulit disangkal bahwa keputusan Majelis Umum PBB mempunyai kekuatan dan pengaruh yang besar sekali bagi perundang-undangan nasional masing-masing negara dan turut berpengaruh terhadap pembentukan kaidah-kaidah hukum internasional.8] Yang perlu digarisbawahi, bahwa aturan, hukum, perundang-undangan, ataupun piagam yang dihasilkan tersebut bukanlah sesuatu yang bersifat universal, sebagaimana yang mereka propagandakan. Akan tetapi, semua produk peraturan tersebut semata-mata berasal dari ideologi kapitalis. PBB bahkan tidak metoleransi masuknya aturan lain, selain yang dikehendakinya, meskipun anggotanya heterogen.

3. Memperbanyak lembaga-lembaga atau institusi yang menjadi underbouw PBB.

Dengan memperbanyak lembaga-lembaga yang menjadi underbouw PBB sekaligus memperkuat dominasinya atas lembaga tersebut, AS dapat memperluas pengaruhnya dalam berbagai sektor. Keberadaan IMF sebagai lembaga keuangan internasional, misalnya, jelas telah menjadi alat bagi Amerika untuk menjerat negara-negara debitur (pengutang) dan memaksakan kebijakan-kebijakannya atas negara tersebut. Ketika sebuah bangsa telah melakukan kontrak bantuan (baca: utang), maka ia benar-benar tidak mungkin meraih kembali posisi menentukan nasib sendiri.9] Berkenaan dengan bahaya utang ini, Phillip A. Benson, Presiden Asosiasi bangkir Amerika (1939) mengatakan, “Tidak ada jalan yang lebih langsung untuk memperoleh kontrol atas sebuah bangsa dibandingkan melalui sistem kreditnya.”10]

Bagaimana Amerika dapat mendominasi kebijakan IMF? Jawabannya, AS-lah penopang modal terbesar di IMF, sementara besarnya persentase modal itulah yang menentukan kekuatan suara dalam lembaga keuangan ini. Sebanyak 20 negara industri menguasai 59 persen suara di IMF, dan 19 persen suara di antaranya dikuasai oleh Amerika.11]

4. Memberikan kewenangan yang luas kepada Dewan Keamanan (Security Council).

Dewan yang bertugas menjaga agar jangan sampai timbul peperangan antar negara ini berwenang memberikan putusan—bahkan mengambil tindakan—apa pun terhadap suatu negara yang menurutnya layak mendapatkan sanksi. Melalui dominasinya dalam Dewan Keamanan ini, AS dapat memaksakan keinginannya dan mengambil segala tindakan atas negara-negara yang dianggap membahayakan kepentingannya. Contohnya adalah aneksasi Kuwait oleh Irak tahun 1990. Atas peristiwa ini, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi nomor 678 yang isinya memberikan legitimasi kepada Amerika dan sekutunya untuk menggunakan segala cara, jika sampai tanggal 5 Januari 1991, Irak tidak mundur dari Kuwait.12] Akhirnya, terjadilah penggempuran besar-besaran terhadap Irak oleh pasukan multinasional pimpinan AS. Namun anehnya, sikap serupa tidak dilakukan oleh AS terhadap Israel yang jelas-jelas telah merampas tanah kaum Muslim dengan membunuh dan mengusir mereka dari tempat tinggalnya. Apa yang terjadi? PBB justru mengeluarkan resolusi No. 242 dan 381 yang mengakui berdirinya negara Zionis Israel.

5. Membuka kesempatan lebar-lebar bagi negara-negara untuk masuk menjadi anggota.

Dengan semakin banyaknya negara yang menjadi anggota PBB, kedudukan organisasi ini mejadi semakin kokoh di mata internasional. Hal ini akan memperkuat kewibawaan dan pengaruh PBB dalam pentas politik internasional.

6. Menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) dalam berbagai bidang.

Atas nama PBB, AS mensponsori berbagai KTT untuk mensosialisasikan ide-ide dan pemikiran kufurnya di dunia. Sebagai contoh, tahun 1994, di Cairo, Mesir, diselenggarakan Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan atau ICPD (International Conference on Population and Development). KTT yang diselenggarakan oleh PBB ini, dengan biaya yang hampir seluruhnya ditanggung AS, bertujuan untuk mendapatkan konsensus internasional bagi program aksi untuk 20 tahun mendatang guna mengerem jumlah penduduk dunia. Dalam draft action plan-nya setebal 113 halaman, terdapat beberapa usulan untuk mencegah ledakan penduduk, di antaranya: aborsi, homoseksual, dan hubungan seks di luar nikah. Usulan semacam ini jelas usulan yang sarat dengan nilai-nilai barat yang kufur itu.‘

Demikianlah beberapa strategi Amerika dalam memanfaatkan PBB sebagai alat untuk mengotrol dan mengendalikan percaturan politik Internasional. Semua strategi tersebut digunakan semata-mata untuk mengokohkan ideologi kapitalismenya dan membendung munculnya kekuatan lawan, yaitu Islam dan komunis-sosialis. Sebaliknya, terhadap sejumlah negara yang berhaluan sama, seperti Inggris, Prancis, dan sebagainya, AS berusaha untuk menciptakan ketertergantungan mereka kepadanya; juga mencegah hal-hal yang dapat menggeser posisinya sebagai negara adidaya nomor satu.

Kekuatan Islam jelas merupakan ancaman nomor satu bagi AS, khususnya setelah Uni Soviet runtuh. Meskipun kekuatan Islam secara real, dalam bentuk sebuah Negara Khilafah, saat ini tidak ada, Amerika tetap cemas terhadap kemungkinan munculnya kekuatan tersebut. Oleh karena itu, dengan standar gandanya, Amerika selalu memanfaatkan PBB untuk menjegal munculnya kekuatan Islam.

 PBB Harus Diapakan?

Bagaimana sesungguhnya keberadaan PBB dan hukum bergabung ke dalamnya menurut pandangan Islam? Perkara ini penting diketahui oleh kaum Muslim, agar mereka dapat bersikap dengan benar, sesuai ketentuan Islam; tidak sekadar ikut-ikutan dan larut dalam arus opini yang muncul di tengah masyarakat.

Ditinjau dari segi asasnya, jelas PBB berdiri di atas asas yang bertentangan dengan hukum Islam. Organisasi ini didirikan di atas ideologi kufur Barat. Ideologi inilah yang dijadikan sebagai asas dalam pembentukan berbagai aturan, yang selanjutnya, secara dusta, dinamai sebagai Hukum Internasional. Hukum ini kemudian digunakan untuk mengatur hubungan antar bangsa-bangsa di dunia.

Ideologi kufur Barat ini pula yang dijadikan sebagai landasan dalam menyusun berbagai piagam atau deklarasi. Apa yang dinamakan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM), misalnya, jelas merupakan representasi nilai-nilai kekufuran tersebut.

Atas dasar ini, keberadaan PBB adalah haram. Bergabung menjadi anggotanya juga haram. Allah Swt. mewajibkan kaum Muslim untuk berhukum hanya pada syariat-Nya semata, dan mengharamkan mereka untuk berhukum kepada thâghût. Allah Swt. berfirman:

    Apakah kalian tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepada kalian dan apa yang diturunkan sebelum kalian? Mereka hendak berhukum kepada thâghût, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thâghût itu. Setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS an-Nisa’ [4]: 60).

Selain itu, ditinjau dari segi peranannya, PBB dan badan-badan perlengkapannya tidak lebih dari sekadar sarana bagi negara kafir, khususnya AS, untuk mengokohkan imperialismenya, terutama atas negeri-negeri Islam. Organisasi-organisasi ini terbukti telah menjadi sarana yang efektif bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum Muslim. Atas dasar ini, bergabung dengan organisasi-organisasi tersebut telah membuka jalan dan kesempatan bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum Muslim. Tindakan semacam ini adalah haram. Allah Swt. berfirman:

"Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman." (QS an-Nisa’ [4]: 141).
Jelaslah, ditinjau dari sisi mana pun, keberadaan PBB adalah haram, dan bergabung dengan organisasi tersebut juga haram. Adalah kemunkaran yang amat besar jika para penguasa kaum Muslim bergabung dan berhukum pada PBB.

Organisasi inilah yang telah menimpakan berbagai musibah dan bencana tanpa henti-hentinya atas kaum Muslim. Hancurnya Khilafah Islam; terpecah-belahnya negeri-negeri Islam, munculnya krisis Palestina, Somalia, Bosnia, Perang Teluk; dan sederetan bencana lainnya tiada lain merupakan “buah karya” organisasi ini. Sejak berdirinya, PBB telah berperan “menyelesaikan” tidak kurang dari 150 pertikaian regional maupun internasional, dan untuk itu lebih dari 20 juta nyawa telah melayang. Inilah antara lain “prestasi” PBB.

Dengan melihat semua itu, bagi negeri-negeri Muslim, hanya ada satu tindakan yang dibenarkan syariat terhadap PBB, yaitu keluar dari organisasi ini dan membubarkannya. Satu-satunya wadah yang wajib dijadikan kaum Muslim untuk mengikat dan mempersatukan negeri-negeri mereka adalah Negara Khilafah; bukan organisasi seperti PBB dan yang serupa. Persatuan negeri-negeri Muslim dalam wadah Negara Khilafah inilah yang dapat membebaskan mereka dari berbagai krisis yang menimpa mereka.

judul Asli: "PBB: Kendaraan Politik AS"
Oleh: M. Anwar Iman, aktivis Hizbut Tahrir, tinggal di Bogor.
Catatan Kaki:
1 W. Surya Endra, Kamus Politik, Study Group, Surabaya, 1979, hlm. 169.
2 Paul Kennedy, The Rise and Fall of Great Power: Economic Change and Military Conflict from 1500 to 2000, New York: Random House, 1987, hlm. 355.
3 Ibid, hlm. 368, 363.
4 Ibid, hlm. 369.
5 Abdul Qadim Zallum, Pemikiran Politik Islam, Al-Izzah, Bangil, 2001, hlm. 53.
6 Ibid, hlm. 56.
7 Hizb at-Tahrir, Mafahim Siyasiyah li Hizb at-Tahrir, 1969, Cet. ke-3, hlm. .
8 Frans E. Likadja dan Daniel frans Bessie, Desain Instruksional Dasar Hukum Internasional, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988, hlm. 147.
9 Abdur-Razzaq Lubis et al, Jerat Utang IMF, Mizan, Bandung, 1998, hlm. 159.
10 Ibid, hlm. 159.
11 Rudolf H. Strahm, Kemiskinan Dunia Ketiga: Menelaah Kegagalan Pembangunan di Negara Berkembang, PT. Pustaka CIDESINDO, Jakarta, 1999, hlm. 97.
12 Global, Jurnal Politik Internasional 2, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 33.

gravatar

Ketika Rasulullah Saw. menantang berbagai keyakinan bathil dan pemikiran rusak kaum musyrikin Mekkah dengan Islam, Beliau dan para Sahabat ra. menghadapi kesukaran dari tangan-tangan kuffar. Tapi Beliau menjalani berbagai kesulitan itu dengan keteguhan dan meneruskan pekerjaannya.

Photobucket

catatan-catatan

Video Streaming HTI

Kitab-kitab Gratis

Photobucket