gravatar

EMOI, Apakah ini cara kalian "BEKERJA UNTUK INDONESIA"..???

"Konsisten Terhadap Sikap Inkonsistensi" mungkin inilah slogan yang lebih tepat dibanding slogan "BEKERJA UNTUK INDONESIA".

Pemerintah sudah menetapkan Exxon Mobil Oil Indonesia (EMOI) sebagai operator ladang minyak blok Cepu, tanpa mengindahkan banyak sekali protes yang berangkat dari keprihatinan berbagai pihak yang tentu saja dengan dasar perhitungan ekonomi yang kuat pula. Pemerintah juga tidak bercermin dari berbagai pengalaman buruk bangsa ini dengan pertambangan asing, sebutlah kasus Freeport yang mencuat kembali belakangan ini, kasus pencemaran lingkungan di pertambangan Newmont di Minahasa yang belakangan makin tidak jelas juntrungannya, kasus Chevron Pasific Indonesia di Riau, eksploitasi ladang gas di Arun,dll.

Ada satu persamaan dari semua contoh di atas, hasil bumi disedot oleh perusahaan asing dengan bagi hasil yang tidak menguntungkan, kemudian rakyat di sekitar perusahaan pertambangan itu tetap dalam keadaan amat miskin dibandingkan dengan kemakmuran di lingkungan perusahaan pertambangan itu.

Ketika terjadi protes, maka pemerintah tinggal bertindak represif dengan mengerahkan aparat keamanan. Demikian pula dalam kasus EMOI ini, meskipun keamanan dalam negeri adalah tanggung jawab Polri, tapi Kodam Brawijaya sudah merencanakan untuk membentuk satu batalyon infantri yang akan ditempatkan di dekat lokasi pertambangan EMOI.

Bagaimana mau melawan semua ini? Ada dua cara, yaitu secara hukum dan politis. Menggugat secara hukum masih mungkin dengan cara mencari celah hukum pada kontrak kerja sama itu, tapi akan makan waktu lama karena EMOI pun pasti akan melawan dengan mengerahkan pengacara-pengacara paling top. Harapan terbesar sebetulnya ada pada DPR untuk perlawanan secara politis. Apalagi di situ ada PKS yang mengklaim diri sebagai partai dakwah yang berslogan jujur, bersih dan peduli, yang katanya bermaterikan para syuyukh dakwah yang sudah makan asam garam dalam dunia dakwah. Salah satu slogan partai ini dulu "Anda pilih kami, kami akan bela Anda. Anda tidak pilih kami, kami akan tetap membela Anda".

Alhamdulillah, partai yang mengklaim diri sebagai partai dakwah ini jauh-jauh hari sudah menyatakan akan melawan penunjukan EMOI sebagai operator blok Cepu dengan ikut menggalang hak angket. Bahkan salah seorang tokohnya Rama Pratama yang dulu adalah tokoh pemimpin gerakan mahasiswa menggulingkan rezim Soeharto ikut menandatangani hak angket itu.

Ketika kemudian pemerintah memutuskan EMOI sebagai operator blok Cepu, wakil ketua fraksi partai dakwah ini di DPR Zulkiflimansyah mempertanyakan: "Apa pertimbangannya? Padahal dari sisi teknologi, SDM, blok Cepu ini bisa dikelola oleh anak bangsa, karena itu tentu saja pemerintah tidak naif-naif amat untuk memutuskan ini". Sang ketua fraksi dalam kesempatan yang sama juga mengatakan "Freeport, Newmont adalah contoh kasat mata yang menyengsarakan rakyat banyak dan menguntungkan segelintir orang".

Presiden PKS Tifatul Sembiring pun menyatakan hal yang senada, sebagaimana ditulis oleh Detikcom, partainya sangat mengharapkan agar penandatanganan tersebut jangan sampai terjadi lagi masalah seperti di Freeport dan Newmont. "Seolah-olah ada hal yang tersembunyi dan tidak transparan. Kontrak ini bukan hanya 5 tahun tapi 30 tahun,".

Alhamdulillah, tapi aduh... sikap partai yang mengklaim diri sebagai partai dakwah ini mulai tidak jelas. Karena pada artikel yang sama Detikcom menulis bahwa partai ini belum menentukan sikap apakah akan mendukung hak angket, presidennya menyatakan "Kami masih mendalami dulu, karena kalau kita bawa ke sana akan bernuansa sangat politis"

Ah, saya khusnudzon saja, karena mereka ini adalah da'i, tentu akan membuat keputusan yang mengutamakan kemaslahatan umat, seperti slogannya itu lho, jujur, bersih dan peduli. Benarkah demikian? Mari sama-sama kita simak.

Ami Taher, aleg partai dakwah ini dari komisi VII menyatakan penentangannya pada penunjukan EMOI. Artikel Detikcom 'Penunjukan Exxon Penuh Rekayasa' mencatat: "Meski pemerintah membantah, tapi jelas penunjukan terjadi sebelum Menlu AS (Condoleezza Rice datang. Kita masih kalah berani dengan negara kecil seperti Bolivia yang berani menentang AS," ujar anggota Komisi VII dari FPKS Ami Thaher dalam jumpa pers di Gedung MPR/DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta,
Selasa (14/3/2006).

Manipulasi-manipulasi lainnya juga terlihat dari munculnya PP No 34 Tahun 2005 sebagai ganti PP sebelumnya. PP ini dianggap untuk melegalkan kesepakatan technical assistance contract (CAC) Blok Cepu menjadi Kontrak Kerja Sama (KKS). "PP tersebut muncul tepat satu pekan sebelum penandatanganan KKS," kata Ami.

Dalam acara pelantikan pengurus wilayah DKI Jakarta, seorang tokoh partai dakwah ini Hidayat Nur Wahid menyatakan kekecewaannya. Hidayat menyatakan setuju terhadap anggota DPR yang melakukan kritik pada pemerintah, beliau berpesan "Agar anggota Dewan semakin bermartabat, mandiri dan berpihak kepada rakyat".

Harapan pada DPR semakin besar, ketika pada tanggal 20 Maret lalu diketahui sudah 80 orang anggota DPR yang meneken hak angket, meskipun sayangnya aleg PKS yang ikut meneken hanya Rama seorang.

Tanggal 21 Maret 2006 Presiden SBY memanggil pimpinan parpol dan fraksi, termasuk dari partai dakwah ini, dan gilanya lagi mereka datang. Presiden dan DPR adalah mitra konstitusional yang sejajar, bukan bawahan presiden yang harus segera datang kalau dipanggil oleh presiden. Kalaupun mau disebut sebagai rapat konsultasi, biasanya dilakukan dengan petinggi-petinggi DPR, bukan per fraksi. Kalau mau disebut sebagai undangan silaturahmi? Hmm, saya yakin akan ada kader PKS yang sudah jumud otaknya dan menganggap seperti itu. Bahkan mungkin ada yang menganggap kalau SBY sedang ngaji dengan Tifatul, seperti komentar-komentar dalam artikel yang lalu.

Pakar politik LIPI Syamsuddin Haris sebagaimana dikutip oleh Detik.com dalam artikel 'Pertemuan SBY dan Pimpinan Fraksi DPR Adalah Pola Orba' tanggal 22 Maret 2006 menyatakan "Itu kan pendekatan Soeharto itu,
pendekatan konsensus,". Detikcom juga menulis: Syamsudin Haris menjelaskan bahwa hubungan presiden-DPR adalah hubungan konstitusional. "Ada mekanismenya, diatur dalam konstitusi dan undang-undang," ujar Syamsuddin. "Pola-pola semacam itu menciderai demokrasi kita, sebab itu yang disebut sebagai lobi-lobi setengah kamar, di luar mekanisme yang baku," urainya. Detikcom melaporkan bahwa dalam pertemuan itu Presiden PKS Tifatul Sembiring yang duduk bersebelahan dengan Presiden SBY. Ketua FPKS Machfud Sidik juga hadir.

Entah apa yang terjadi pada pertemuan itu, tapi yang jelas setelah itu dukungan pada hak angket melemah. Dalam artikel 'Usai Ketemu SBY, Angket Blok Cepu Mulai Melempem' Detikcom mencatat pernyataan aleg FPDIP: Dalam rapat komisi VII yang digelar untuk melihat persoalan Blok Cepu, Rabu 22 Maret, beberapa anggota mengatakan ingin segera mengakhiri perseteruan dan hak angkat yang akan digulirkan. "Mereka tidak ingin lagi mempersoalkan Exxon lebih panjang," ujarnya.

Sikap-sikap lunak itu, imbuhnya, semakin menguatkan tudingan DPR sebagai tukang stempel pemerintah. Pemerintah pun menyikapi hak angket ini dengan kepanikan yang berlebihan. Kepanikan itu terlihat dengan diundangnya parpol dan fraksi-fraksi ke Wisma Negara, Selasa 21 Maret malam..

Yang jelas kemudian Rama Pratama menarik dukungannya pada hak angket, kalau DPR dicap menjadi tukang stempel, maka PKS adalah salah satu kontributornya. Harian Kompas tanggal 29 Maret 2006 dalam artikel 'Angket Blok Cepu Suram, JOA Rugikan Negara Rp 13 Triliun' menulis pernyatan Amien Rais: "Sudah sejak lama saya menengarai DPR itu jadi tukang stempel kembali. Jadi, andaikata angket ini tenggelam, berarti mengonfirmasi sinyalemen saya," ucap Amien seusai konferensi pers soal Blok Cepu di Ruang Wartawan DPR, Selasa (28/3).

Amien merasa bahwa untuk memperjuangkan hak angket Blok Cepu memerlukan usaha yang sangat besar dan berat. Tapi, kendati berat, tetap harus disuarakan. "Angket di DPR kira-kira memang terjal sekali, tapi sebagai anak bangsa harus menyuarakan kebenaran," ujar Amien.

Ditanya tentang adanya pengusul yang menarik dukungan, Amien tidak mau banyak komentar. "Ya, yang bisa menjawab bapak yang pakai Camry itu ya," ucap Amien singkat.

Wah, siapa ya bapak yang pakai Camry yang dimaksud Amien? Tapi Rama berpendapat lain, dia menolak lembaganya disebut sebagai tukang stempel. Dia mengatakan: "Kita obyektif saja, tidak harus ada stigmatisasi lembaga stempel,". Menurut Rama dia menarik dukungan karena memang kajian fraksi belum menemukan adanya pelanggaran hukum dalam penunjukan ExxonMobil sebagai Pimpinan Operator Blok Cepu.

Lebih lucunya lagi Rama mengeluarkan pernyataan bahwa jika yang diusulkan adalah hak interpelasi (bertanya) maka F-PKS akan lebih terbuka. "Ini loncat langsung angket," ungkapnya.

Ada apa sebetulnya dengan Rama ini? Apakah sedang mempersiapkan diri menjadi pelawak setelah karir di DPR berakhir? Di mana anehnya jika sesuatu masalah langsung menjadi hak angket tanpa melalui hak interpelasi? Lupakah dia ketika masalah impor beras bergulir, FPKS juga langsung menggagas hak angket tanpa melalui hak interpelasi? Bahkan FPKS menentang penggunaan hak interpelasi dalam kasus itu. Ketika nurani tidak lagi menjadi panglima, maka terjadilah kelucuan seperti ini.

Rama adalah satu-satunya aleg FPKS yang meneken hak angket, lalu satu-satunya peneken hak angket yang mencabut dukungannya pasca pertemuan bos partai dan fraksinya dengan Presiden SBY. Artinya penarikan dukungan Rama pada gagasan hak angket, berarti penarikan dukungan FPKS pada hak angket.

Entah seperti apa kajian FPKS yang dimaksud oleh Rama di atas, sama sekali tidak jelas dan tidak dipaparkan ke publik. Padahal sebelumnya FPKS sudah mempertimbangkan untuk menggunakan hak angket, seperti yang ditulis oleh Detikcom tanggal 4 Maret 2006 dalam artikel 'Tolak Exxon Kelola Blok Cepu, FPKS Pertimbangkan Hak Angket': Penolakan terhadap penunjukkan Exxonmobile Oil untuk mengelola Blok Cepu terus menguat. Fraksi PKS mempertimbangkan menggunakan hak angket atas keputusan pemerintah tersebut.

Bahkan Wakil Ketua FPKS Zulkieflimansyah menyatakan telah terjadi pelanggaran hukum. "Secara hukum telah terjadi pelanggaran kontrak, awalnya TAC (Technical Assistant Contrac) tiba-tiba diubah menjadi PSC (Production Sharing Contract),"

Tapi yang jelas, kalau memang niat untuk membela kepentingan bangsa FPKS tidak perlu repot-repot untuk mengkaji. Anggota DPD yang juga kader PKS Marwan Batubara, dan juga dikenal sebagai koordinator Gerakan Rakyat Penyelamatan Blok Cepu (GRPBC) memiliki pendapat berbeda dengan PKS dan tentu saja dia tidak asbun. Marwan dulu juga dikenal sebagai tokoh yang menentang divestasi saham Indosat.

Marwan menyatakan secara amat gamblang: "Exxon menyatakan biaya produksinya 6 dollar per barrel. Biaya produksi oleh Pertamina maksimum hanya 60 persen biaya Exxon, yaitu 3,6 dollar per barrel. Dengan cadangan sebesar 600 juta barrel, maka kerugian pemerintah dengan memberikan hak pengendali pada Exxon adalah 1,32 miliar dollar atau Rp 13 triliun,".

Dalam artikel 'Exxon Kelola Blok Cepu, Potensi Kerugian Negara Rp 143 Triliun' Marwan menyatakan total kerugian negara per tahunnya mencapai 143 triliun. Yaitu sebesar 13 triliun dari eksploitasi minyak dan 130 triliun dari eskploitasi gas.

Sugiharto, Menneg BUMN yang sering disebut setengah PKS dan setengah PPP ini menyatakan tidak terlalu memusingkan hak angket yang digagas di DPR itu. Dalam artikel 'Meneg BUMN Tak Pusingkan Hak Angket Blok Cepu' mencatat pertanyaan Sugiharto: Sugiharto juga ditanya alasan mengapa pemerintah menyerahkan panglima operasi Blok Cepu ke ExxonMobil. "Apa artinya itu dalam manajemen? Kalau Pertamina yang saat ini memroduksi lapangan minyak 20 ribu tidak mampu mengelolanya, risikonya ada di rakyat. Padahal haknya Pertamina hanya 6,75%. Haknya Exxon 6,75% juga, haknya Pemda 1,5%, selebihnya untuk rakyat. Kalau Cepu tertunda, 93,25% interest Indonesia tertahan. Pertamina juga belum mampu," beber eks Direktur Keuangan PT Medco Energy International Tbk ini.

Sebagai orang perminyakan, Sugiharto dalam hal ini membuat pernyataan yang tidak benar tentang kemampuan Pertamina. Karena Pertamina sendiripun menyanggupi untuk mengelola ladang minyak blok Cepu itu jauh-jauh hari. Pertamina juga terbukti memenangkan tender minyak yang ada di Libya mengalahkan berbagai perusahaan minyak asing seperti Petronas. Kalaupun Pertamina banyak korupsinya ya berantas saja korupsi itu, ketimbang memberikan hak pengelolaan blok Cepu itu kepada orang asing selama 30 tahun.

Politisi PAN Drajat Wibowo mengatakan ada pembohongan publik yang dilakukan pemerintah dengan statemen yang menyatakan tenaga ahli Indonesia tidak bisa mengelola Blok Cepu. Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) dan Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) melalui jubirnya juga menyatakan "Anak bangsa sebenarnya sangat mampu melakukan dan mengolah Blok Cepu dengan baik jika dipercaya oleh pemerintah,".

Hitung-hitungan yang diberikan oleh Sugiharto kelihatannya menguntungkan Indonesia. Dalam bagi hasil itu, 85% keuntungan untuk pemerintah Indonesia, sisanya untuk EMOI 6.75%, Pertamina 6.75% lalu Pemkab Bojonegoro 1.5%. Sehingga total untuk Indonesia adalah 93.25%.

Tapi Sugiharto tidak menjelaskan bahwa dengan menjadi operator, EMOI bisa mengatur berbagai rancangan dan skenario bisnis sehingga bagi hasil itu tetap menguntungkan mereka. Biaya operasi blok Cepu adalah USD 100 juta per tahun, sementara EMOI mengajukan Capex (capital expenditure atau biaya investasi) dan Opex (operational expenditure atau biaya operational) sebesar USD 260 juta per tahun. Sehingga dari selisih ini saja bagi hasil yang diklaim pemerintah itu sudah berkurang sebesar USD 160 juta per tahunnya. Belum lagi recovery cost yang ditentukan oleh operator.

Sudah rahasia umum bahwa gaji untuk ekspatriat di perusahaan minyak asing itu sangat fantastis. Dalam pengelolaan blok Cepu ini EMOI akan mempekerjakan banyak sekali tenaga kerja asing dari negara asal mereka. Belum lagi berbagai komponen alat berat yang akan langsung didatangkan dari sana.

Hal-hal itu yang tidak dijelaskan oleh Sugiharto, tapi dijelaskan oleh tokoh-tokoh penentang penunjukan EMOI ini, seperti Marwan Batubara. Detikcom menulis pernyataan Marwan: "Dengan demikian klaim pemerintah yang akan memperoleh 93,25 persen dari pendapatan bersih US$ 3,3 miliar per tahun seharusnya dikurangi dengan sunk cost US$ 45 juta dan US$ 160 juta untuk keuntungan ExxonMobil," ungkap anggota DPD ini dengan kesal.

Bahkan sebetulnya Wakil Ketua FPKS Zulkieflimansyah sudah dari jauh hari menjelaskan hal ini. Dalam artikel 'Tolak Exxon Kelola Blok Cepu, FPKS Pertimbangkan Hak Angket' Detikcom menulis: jika bentuk kontrak TAC (Technical Assistance Contract) maka kawasan kerja tersebut milik Pertamina, Sedangkan jika kontrak berbentuk PSC (Production Sharing Contract) maka kelola blok di bawah BP Migas. Artinya BP Migas bisa menunjuk siapapun untuk menjadi operator.

Secara ekonomik, jelas Zulkiefli, negara akan mengalami kerugian apabila Exxon menjadi operator yg pertama. Sebab, cost recovery-nya jauh lebih tinggi dibandingkan Pertamina yang menjadi operatornya.

Apalagi, secara finansial, skill dan lainnya Pertamina sanggup. Dan sejak 2004, Exxon sudah putus kontrak TAC nya. "Jika pertamina yang pegang, maka kebutuhan migas dalam negeri dan APBN akan aman," kata anggota Komisi VI ini.

Kalau pun ada praktik korupsi, Zulkiefli berpendapat akan lebih mudah mengusut orang Pertamina dibang Exxon. "Makanya lami sedang mempertimbangkan untuk meng-initiate hak angket karena ini saatnya BUMN kita menjadi kelas dunia," cetus dia.

Artinya Zul sebagai Waka FPKS sudah menjelaskan adanya pelanggaran hukum dari sisi kontrak, kesanggupan Pertamina dan juga kemudahan mengusut korupsi jika operatornya adalah Pertamina. Terbukti selama ini kita tidak pernah tahu berapa persisnya kandungan emas dan tembada yang dikeruk oleh Freeport per tahunnya.

Pernyataan senada juga datang dari Refrizal, jauh sebelumnya tanggal 23 Februari 2006, sebagaimana ditulis di website FPKS dalam artikel 'Blok Cepu Semestinya Berikan ke Pertamina'. Tertulis di situ: sejak awal FPKS mendesak pemerintah agar Blok Cepu dikelola Pertamina. Sejak awal? Kalau begitu mengapa begitu mudahnya berubah setelah bertemu SBY? Apakah PKS begitu tolol dan dungunya sehingga tidak mengerti masalah, lalu setelah dijelaskan oleh SBY menjadi mengerti?

Refrizal juga memaparkan hal yang senada dengan Zul, Soal kemampuan pengelolaan ladang minyak, terangnya, Pertamina tidak kalah dengan Exxonmobil. "Baik secara teknis maupun yang lain, Pertamina tidak kalah kemampuannya untuk mengelola Blok Cepu itu," paparnya.

Sebelumnya, Ami Taher dalam pernyataannya di artikel 'PKS Galang Hak Angket Kasus Blok Cep' juga dengan gamblang menyatakan adanya indikasi pelanggaran hukum. Website FPKS menulis: Ami menyebutkan satu indikasi pelangggaran tersebut adalah dengan diubahnya PP No. 35/2004 menjadi PP No. 34/2005 yang dilakukan seminggu sebelum penandatangan kontrak kerja sama (KKS), yaitu tanggal 10 September 2005, sehingga penandatanganan KKS pada tanggal 17 September 2005 dinilai memiliki catat hukum.

Dalam PP No. 35/2004 Pertamina telah mengajukan bentuk kerja sama operasional (KSO) yang menempatkan ExxonMobil sebagai subordinat Pertamina. Namun dengan keluarnya PP No. 34/2005 seolah-olah pemerintah sengaja memfasilitasi diubahnya status tecnical assistance contract (TAC) menjadi KKS, sehingga ExxonMobil setingkat dengan Pertamina.

Tapi lucunya, Andi Rahmat yang mantan aktifis mahasiswa itu malah mengeluarkan pernyataan yang bersikap sangat-sangat tidak jelas di hari yang sama Tifatul dan Machfud Sidik diundang oleh SBY. Dalam artikel 'Soal Usulan Hak Angket Kasus Blok Cepu, PKS Tunggu Bola' Andi mengatakan FPKS menganggap isu hak angket Blok Cepu yang digulirkan beberapa anggota Dewan sekedar political news belaka.

Namun demikian, politisi muda PKS dan bekas Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) ini secara pribadi mendukung hak angket. Tapi dia sama sekali tidak meneken dukungan hak angket itu.

Meskipun demikian, jelas dia, sejauh ini F-PKS masih menunggu perkembangan dari pengajuan hak angket, terutama untuk melihat keseriusan para inisiator. Sungguh aneh, mengapa FPKS bersikap menunggu? Mengapa tidak ikut menggagas? ada 45 orang anggota, kalau dimobilisasi untuk mendukung hak angket maka pendukung hak angket akan berjumlah 120-an orang, akan lebih kuat lagi.

Dulu waktu hak angket impor beras FPKS dengan gagahnya menyatakan bahwa mereka iktu mengawal sejak awal gagasan hak angket itu. Sekarang malah bersikap menunggu arah angin? Beginikah mentalitas partai dakwah? Mengapa harus menunggu bola?

Masih ada harapan hak angket ini akan tetap menunjukkan giginya, paling tidak untuk menginvestigasi secara detail apa dan bagaimana latar belakang pemerintah menunjuk EMOI sebagai operator blok Cepu untuk 30 tahun ke depan. Harian Kompas tanggal 1 April 2006 dalam artikel 'Pengusul Angket Cepu Optimistis, Pimpinan Parpol dan Universitas Akan Digaet mencatat pernyataan optimis tersebut dari berbagai kalangan di DPR. Para penggagas hak angket akan mencari dukungan dari berbagai kalangan perguruan tinggi dan pimpinan parpol termasuk PKS. Saya berdoa mudah-mudahan mereka berhasil menyadarkan para pimpinan partai yang mengklaim diri sebagai partai dakwah ini.

Memang tidak mudah, karena apalagi DPR saat ini sedang reses. Jadi hak angket ini kehilangan momentum, seperti yang dinyatakan oleh Drajad Wibowo. Satu-satunya peneken dukungan hak angket dari FPKS Rama Pratama menurut info dari orang-orang dekatnya malah sedang moncer ke Turki.

Harus diakui pula, EMOI juga cerdik mendekati masyarakat, dengan berbagai program community development (CD), seperti yang ditulis oleh Detikcom dalam artikel 'Exxon Buka Les Komputer & Bahasa Inggris Gratis di Blok Cepu', sehingga masyarakat Bojonegoro mendukung atau paling tidak mereka tidak mempermasalahkan apakah harus EMOI atau Pertamina. Salah satu program CD yang dilakukan adalah kursus bahasa Inggris dan komputer, padahal selama dua tahun ke depan EMOI cuma akan mengucurkan USD 29ribu untuk program itu. Ibarat seorang anak yang tidak sadar sedang dirampok habis-habisan emas warisan orang tuanya dan sudah sangat senang karena diberi permen.

Akibatnya timbul anggapan bahwa gagasan hak angket dari anggota DPR itu adalah penghalang untuk kesejahteraan masyarakat Bojonegoro. Bodohnya lagi masyarakat juga tidak tahu bahwa di dalam kontrak kerjasama itu, dana CD tidak dicantumkan, alias suka-suka operator saja. Padahal salah satu hal penting yang sering menjadi sumber konflik antara perusahaan-perusahaan pengolah sumber daya alam (SDA) dengan penduduk sekitar adalah diabaikannya pengembangan masyarakat.

Penyadaran inilah yang harus diberikan kepada masyarakat. Tugas ini adalah bagian dari dakwah bagi siapapun, apalagi dari parpol yang mengklaim dirinya sebagai partai dakwah.

Terakhir saya mengutip kembali pernyataan Refrizal dan pertanyaan saya di atas. Refrizal menyatakan: sejak awal FPKS mendesak pemerintah agar Blok Cepu dikelola Pertamina.

Sejak awal?

Kalau begitu mengapa begitu mudahnya berubah setelah bertemu SBY?

Apakah PKS begitu tolol dan dungunya sehingga tidak mengerti masalah,
lalu setelah dijelaskan oleh SBY selama satu atau dua jam menjadi
mengerti?

Tidak, saya yakin orang seperti Dr. Zul yang ahli ekonomi itu tidak sembarangan bicara, demikian pula dengan Marwan Batubara. Mereka jauh lebih kompeten dalam masalah ini ketimbang Tifatul atau Hilmi Aminuddin sekalipun. Selain itu aleg-aleg FPKS lain seperti Ami Taher dan Refrizal sudah menyatakan hal yang sama.

Kalau begitu mengapa PKS tidak garang menginvestigasi masalah ini
dalam bentuk hak angket?

Di mana greget yang sudah ditunjukkan dalam kasus hak angket impor beras yang sampai mengirim tim ke Vietnam segala? Kalau dilihat dari rentang waktu masalah yang timbul, impor beras hanya berlaku per tahun atau malah per musim panen. Sementara kontrak kerja sama dengan EMOI ini berlangsung 30 tahun. Jauh lebih besar mudharatnya.

Saya tahu, dan bagi yang tidak percaya silahkan tanya kepada aleg-aleg FPKS sendiri, bahwa bagi PKS aleg-aleg itu bukanlah mewakili rakyat tapi perpanjangan tangan partai. Sehingga apapun langkah aleg berdasarkan instruksi partai, bukan menyerap aspirasi ratusan ribu orang yang diwakilinya. Sehingga langkah Machfud Sidik mematuhi panggilan SBY, langkah Rama menarik dukungan hak angket, adalah langkah-langkah yang diperintah oleh PKS.

Atau jangan-jangan ada yang menganggap ini adalah ijtihad ulama? Kalau begitu harus dijelaskan apa landasan syar'i atau dasar dalam beristidlal. Harus dijelaskan ayat mana dalam Al Quran atau hadits mana dari kumpulan shahih Bukhari/Muslim atau imam hadits lainnya yang menjadi dasar, atau fatwa ulama mana yang menjadi dasar, apakah dari generasi sahabat, tabi', tabi'in, empat imam mazhab, Ibnu Taimiyah, Al Banna, Qhardawi, dll.

PKS harus menjelaskan ini secara gamblang dan terbuka, dan siap dipertanyakan dan dikritik. Jika tidak, maka buat saya PKS sudah melacurkan dakwah, moral dan integritasnya. Kecuali kalau ada perubahan sikap atau penjelasan lugas non apologik, maka saya tidak akan minta maaf untuk pernyataan itu, dan siap mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah SWT.

Tidak aneh memang jika ada partai mau dagang sapi dengan pemerintah, tapi tolong jangan bawa-bawa dakwah dan Islam, dien yang sempurna. Jadi partai sekuler saja, seperti Golkar, toh sudah hampir tidak ada bedanya.

Ya Allah, lindungilah kami dari pemimpin-pemimpin yang zalim, terutama kalau mereka mengaku ulama pewaris ajaran yang Kau turunkan kepada nabiMu yang mulia.

Note : PKS, setelah diberi bantuan (disuap?) Exxon Mobil 500 juta ke PKPU(lihat di SINI) , PKS langsung dukung mereka dalam kasus blok Cepu. pemilik Exxon Mobil adalah keluarga Yahudi Amerika Rockefeller yang juga menjadi salah satu donatur utama keberadaan negara Israel.sungguh aneh PKS ini , disatu sisi membuat demo massa besar-besaran buat ngumpulin dana 1-2 miliar buat Palestina , sementara di sisi lain memberi kesempatan bagi zionis buat ngeruk uang triliunan dari Indonesia. sungguh tepat istilah diatas: "konsisten dengan inkonsistensinya"

[sumber: group FB: "250 Juta Dukungan Untuk Ganti Kapitalisme, Sosialisme/Komunisme dgn ISLAM"]
[judul Asli: Pelacuran Politik Sebuah Partai Dakwah]

Photobucket

catatan-catatan

Video Streaming HTI

Kitab-kitab Gratis

Photobucket