gravatar

Minoritas Sok Tertindas

Inilah pernyataan mereka yang sok tertindas: "Kami mendesak presiden mengambil alih langsung kasus diskriminasi dan intimidasi kepada kaum minoritas agama," kata sejumlah orang yang melakukan aksi simpatik di depan Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Minggu (17/4/2011).

Menurut para peserta aksi yang tergabung dalam Forum Bhineka Tunggal Ika, pemerintah seharusnya tidak membiarkan masyarakat mengambil tindakan sepihak dengan membubarkan kegiatan peribadatan. Menurut para peserta aksi, jalur hukum dan musyawarah dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah.

"Kelompok yang tidak suka dapat menempuh jalur hukum, menggugat IMB rumah ibadah dan sebagainya. Tapi kalau sudah diputuskan hingga Mahkamah Agung, sudah selayaknya dipatuhi," ucap pendemo.

Aksi tersebut berlangsung sekitar 3 jam. Mereka bernyanyi dan meneriakkan yel-yel kebebasan beragama. Mereka juga membawa beberapa poster untuk menunjukan aspirasinya seperti spanduk besar bertuliskan, 'Save Peaceful Indonesia'. Pendemo juga membawa organ, bass, guitar dan berbagai peralatan musik lain untuk mengiringi demonstran.(detik.com, Minggu, 17/04/2011)

melihat berita diatas saya hanya senyum aja, mananya yang tertindas. lawong mereka yang melakukan pelanggaran terlebih dahulu, coba kita tengok kembali kejadian yang terjadi terhadap HKBP.

kita ketahui bersama bahwa konflik antara kelompok HKBP dengan umat Islam di Ciketing Kecamatan Mustika Jaya Bekasi berkaitan dengan kegiatan prosedur pendirian rumah ibadah illegal yang mengganggu ketenteraman masyarakat. Isu ini terus menggelinding menjadi bola salju dan dijadikan isu nasional oleh gerombolan liberal yang bersekutu dengan komplotan anarkisme agama.

Dalam berbagai Pemberitaan di media massa, opini publik yang dihembuskan oleh komplotan liberal dan gerombolan anarkhisme adalah masalah penyerangan oleh umat Islam. Opini tersebut adalah berlebihan, tidak seimbang, dan terlalu berpihak kepada kelompok HKBP.

Respon yang berlebihan dan tidak seimbang juga datang dari Presiden dan Kementerian Polhukam dengan menjadikan isu ini  sebagai entry point untuk mencabut Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 8/9 tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan FKUB, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Seruan-seruan pencabutan maupun revisi PBM No 8/9 Tahun 2006 tersebut yang dilontarkan oleh sejumlah pihak seolah-olah peraturan tersebut menghalangi kebebasan beragama. Padahal substansi dari PBM No 8 Tahun 2006 tersebut adalah membawa semangat kerukunan umat beragama.

Oleh karena itu Forum Umat Islam (FUI) berkesimpulan:

Pertama, permasalahan kasus bentrok fisik HKBP Bekasi dengan Umat Islam di Ciketing. Mustika Jaya, Bekasi harus dilihat secara menyeluruh dan dilihat akar masalahnya.

Kedua, akar masalah dari kasus bentrok fisik di atas bukanlah PBM No 8/9 Tahun 2006, tetapi justru sikap arogan dan kepala batu dari kelompok HKBP yang telah melakukan kegiatan secara illegal di Ciketing Mustika Jaya Bekasi yang mengganggu ketenteraman masyarakat muslim di sana. Berbagai dialog dan penyelesaian yang diajukan dan difasilitasi oleh pihak yang berwenang di Bekasi mereka tolak.  Bahkan penyegelan rumah yang dijadikan gereja liar oleh Pemkot Bekasi menjadikan mereka lebih liar lagi dengan mengadakan kebaktian di tanah kosong dan ratusan jemaat yang datang dari luar Ciketing itu memarkir kendaraan di tempat yang jaraknya lebih mereka melakukan arak-arakan sepanjang lebih dari 1km dari tempat parkir menuju lokasi tanah kosong. Tentu ini menyulut protes warga yang terus melakukan unjuk rasa setiap minggu.

Ketiga, bahwa akar masalah adalah PBM No 8/9 tahun 2006 adalah keliru, karena justru peraturan tersebut mengatur secara rinci tentang tata cara pendirian rumah ibadah yang diatur atas dasar menjaga kerukunan umat beragama.  Penyimpangan dari pelaksanaan PBM No 8/9 Tahun 2006, seperti adanya data yang dimanipulasi, penyuapan kepada masyarakat, dan lain sebagainya  justru yang selama ini memicu munculnya konflik di lapangan.

Keempat, adanya upaya politisasi isu kebebasan beragama oleh gerombolan anti kerukunan umat beragama untuk tujuan dan kepentingan destabilisasi politik dan memecah belah bangsa.

Kelima, pertumbuhan gereja yang begitu pesat (sekitar 130%) yang cenderung tidak proporsional adalah merupakan bentuk agresivitas dan ekspansif dari langkah awal pemurtadan, apalagi cara-cara Kristenisasi yang melanggar SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 1979 terus-menerus dijalankan tanpa mengindahkan peraturan dan adab sopan santun.

Oleh karena itu, Forum Umat Islam (FUI) menyatakan:

Pertama, mengecam arogansi dan sikap kepala batu HKBP Bekasi yang telah melanggar kesucian aqidah Islam, kehormatan umat Islam Ciketing Mustika Jaya, Bekasi, dan melanggar peraturan PBM No 8 tahun 2006 maupun aturan dan kebijakan Pemkot Bekasi.

Kedua, meminta kepada elit politik untuk menghentikan politisasi kasus Ciketing Bekasi dengan politisasi isu kebebasan beragama untuk merusak kerukunan umat beragama.

Ketiga, menolak pencabutan PBM Nomor 8 tahun 2006 dan meminta pelaksanaannya yang konsekuen demi terwujudnya kerukunan umat beragama.

Keempat, akan melakukan perlawanan segala bentuk serangan opini, politik, maupun fisik kepada umat Islam atas nama kebebasan beragama dan meminta kepada siapapun yang terlibat dalam hal ini segera menghentikannya demi kerukunan bersama.

Kelima, menyeru kepada seluruh pimpinan/aktivis Ormas Islam dan para ulama serta pimpinan umat agar meningkatkan ukhuwah Islamiyah dan tidak mudah terprovokasi oleh berita-berita yang menyudutkan umat Islam dan terus meningkatkan konsolidasi umat.

Semoga Allah SWT melindungi umat Islam dari segala bentuk serangan dan makar dari musuh-musuhnya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi Wabarakatuh,

Jakarta, 13 Syawal 1431 H/22 September 2010

Atas Nama Umat Islam Indonesia Forum Umat Islam (FUI)

(voa-islam.com, 24 Sep 2010)

mari kita simak pula analisis dari Hizbut tahrir Indonesia:

Agenda Terselubung Dibalik Bentrok Umat Islam Bekasi VS HKBP

oleh: MR. Kurnia

“Sekarang sedang terjadi kapitalisasi isu kekerasan untuk memojokkan ormas-ormas Islam. Pada sisi lain, kini tengah terjadi pula penyebaran agama secara provokatif yang memancing masyarakat sebagaimana kasus yang terjadi di Bekasi”. Begitu, diantara ungkapan KH. Ma’ruf Amien dalam acara forum ukhuwah Majelis Ulama Indonesia Pusat menjelang Idul Fitri 1431H kemarin.

Apa yang diungkapkan Kiyai Ma’ruf, tentu bukan tanpa realitas. Setidaknya ada tiga persoalan actual yang dihadapi umat Islam saat ini. Pertama, kasus Ahmadiyah. Beberapa waktu lalu, terjadi kerusuhan di Manis Lor, Kuningan. Pihak-pihak yang membenci Islam mengeksploitasi ini sebagai kekerasan yang dilakukan oleh sebagian umat Islam. Padahal, realitas menunjukkan bahwa merekalah yang memprovokasi. Buktinya, mereka sudah menyiapkan banyak kerikil untuk melempar dan sudah siap dengan mengenakan helm. Artinya, pihak Ahmadiyah dan kalangan liberal sudah merencanakan untuk melakukan hal ini. Sekretaris MUI, Amirsyah (4/9/2010) menyampaikan bahwa pimpinan Ahmadiyah mengaku siap untuk membenturkan antarumat Islam.

Kedua, isu kerukunan. Yang terakhir adalah isu Bekasi dimana kata mereka terjadi tindak kekerasan, lalu penusukan seorang pendeta. Isu tersebut mereka kapitalisasi. Padahal, realitasnya tidaklah demikian. “Warga keberatan karena pada hari Minggu, motor maupun kendaraan lain dari jemaat sering membuat macet,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Timur Pradopo. Provokasi tampak saat jemaat HKBP tetap melakukan konvoi tanggal 15 Agustus, 22 Agustus, dan 5 September padahal pihak kepolisian sudah memperingatkan bahwa hal itu akan menimbulkan gesekan sosial. Mereka menuding kelompok Islam tertentu yang melakukannya. Ternyata, Pendeta Damin Demantra, dalam salah satu wawancara TV swasta mengatakan bahwa setelah dia mengklarifikasi kepada ormas tersebut, ternyata tidak benar apa yang dituduhkan tersebut.

Terus digembar-gemborkan bahwa Ahmadiyah dan Kristen dizhalimi, kebebasan beragama tidak ada lagi. Puncaknya adalah acara kebaktian di depan istana Negara yang dihadiri oleh tokoh-tokoh mereka seperti Frans Magnis Suseno, Romo Beni, dll. Apa yang mereka lakukan sebenarnya adalah penyebaran agama yang provokatif dan tentu saja ini melanggar SKB. Dari dulu, mereka memang tidak setuju dengan SKB karena mereka ingin menyebarkan agama secara provokatif dan mengembangkan liberalism dan pluralisme.

Untuk itu, mereka melakukan dua langkah untuk merubah SKB. Langkah pertama, melakukan yudisial review UU PNPS No.1/1965 beberapa waktu lalu. Seperti diketahui, UU tersebut merupakan satu-satunya dasar bagi SKB. Bila, UU tersebut dicabut maka SKB pun tidak memiliki dasar sama sekali. Hilang. Itulah sebabnya, HTI turut menjadi pihak terkait dalam melawan yudisial review beberapa waktu lalu itu. Dan Alhamdulillah, berhasil. Setelah itu gagal, mereka menempuh langkah agar SKB dihilangkan. Mensikapi hal ini menarik apa yang disampaikan KH. Athian Ali Da’I “Ya, kalau mereka mau, hapuskan saja SKB itu. Kita selama ini tidak dapat berdakwah kepada orang-orang nonMuslim karena mentaati SKB ini. Kalau memang itu yang mereka kehendaki, mungkin bagus, kita akan datangi pintu-pintu mereka, kita dakwahi mereka. Bila masalah muncul, kita selesaikan saja di lapangan.” Namun, nampaknya mereka tahu itu. Mereka tidak akan berani menuntut penghapusan SKB. Kini, mereka sedang berusaha untuk merubah isi SKB tersebut demi kepentingan mereka. Lobi kesana kemari telah dilakukan. Kepala Bimbingan Masyarakat Departemen Agama, Nasharudin Umar berulang kali menegaskan tentang pentingnya revisi isi SKB tersebut.

Ketiga, isu pembubaran Ormas. Mereka tidak berhenti sampai di situ. Mereka mengeksploitasi isu kekerasan ini untuk membubarkan ormas Islam. Arah dari Departemen Dalam Negeri maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memang menuju pada pembubaran Ormas yang dianggap bermasalah. Karenanya, isu pembubaran ormas melalui perubahan UU keormasan perlu dicurigai. Ketua Komisi II, Chairuman, yang membidangi hal ini pernah menyampaikan isu UU Ormas ini perlu dicermati. Tampak bahwa ada kegusaran dalam dirinya bahwa banyak anggota DPR yang menyerukan ini. Tidak heran, karena kelompok mereka memang yang menggalang hal tersebut. Termasuk kelompok yang ramai dibicarakan sebagai pengusung komunisme baru.

Hal lain yang penting dicatat, pada 1 Oktober 2010, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Taufik Kiemas, akan mengundang eks PKI ke gedung MPR dalam kedudukan mereka sebagai korban peristiwa 1965. Padahal, belum hilang dari ingatan peristiwa 45 tahun lalu, tepatnya 12 Januari 1965. Saat itu, para peserta training Pelajar Islam Indonesia (PII) sedang menunaikan shalat shubuh di Desa Kanigoro, Kediri, mereka diserbu ribuan PKI dan al-Quran pun diinjak-injak. Kalau benar-benar terjadi, sungguh hal ini merupakan tusukan yang melukai jiwa dan iman umat Islam.

Sejak lama demikian jelas bahwa mereka adalah perpaduan antara kelompok kiri, liberal, dan non Muslim yang antiIslam. Mereka dibackup oleh asing baik konsep, dana, jaringan, maupun power. Pada saat berbicara kepentingan masing-masing mereka seringkali bertikai. Namun, ketika menghadapi Islam, mereka bersatu padu. Ringkasnya, berbagai upaya untuk menjegal tegaknya syariah terus dilakukan oleh pihak antiIslam. Namun, apapun makar yang mereka lakukan terhadap Islam dan umatnya hanya akan menjadi kuburan kehancuran bagi mereka sendiri. Allahu Akbar wa lillahi alhamdu.[hizbut-tahrir.or.id, 21 September 2010]

nah sekarang makin jelas bukan, mereka itu tertindas apa sok tertindas nyari muka didepan penguasa untuk melemahkan kekuatan ummat Islam. wallohu a'lam bisshowab (miaubook.blogspot.com)

Photobucket

catatan-catatan

Video Streaming HTI

Kitab-kitab Gratis

Photobucket