gravatar

Kaderisasi Koruptor?

PARTAI politik, birokrasi, dan penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim telah berkembang menjadi tempat pembibitan koruptor muda. Jika di masa lalu korupsi bersemayam di lembaga eksekutif, di era reformasi justru meluas merasuki lembaga legislatif dan yudikatif.

Tak hanya itu. Jika di masa lalu korupsi lebih banyak terjadi di pusat, kini menyebar ke hampir semua lapisan di daerah seiring dengan otonomi dan desentralisasi. Triliunan rupiah dari APBN kini mengalir sampai ke desa dan menciptakan koloni-koloni baru korupsi.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas-lah yang mengungkapkan adanya regenerasi koruptor yang berlangsung sistematis.

Dia bahkan menyebutkan lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif telah menjadi persemaian yang subur bagi koruptor. Busyro tidak salah. Lihat saja beberapa anak muda yang kini tersandung oleh korupsi dan berurusan dengan penegak hukum.

Dari partai politik, ada politikus Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang berstatus terdakwa dan Angelina Sondakh yang berstatus tersangka. Selain itu, ada Wa Ode Nurhayati dari Partai Amanat Nasional yang juga berstatus tersangka. Ketiga wakil rakyat itu belum genap berusia 35 tahun.

Dari birokrasi ada Gayus Tambunan yang berusia 32 tahun. Pegawai pajak itu sudah divonis dalam beberapa perkara yang total hukumannya 28 tahun. Kini Dhana Widyatmika, juga karyawan pajak berstatus tersangka, berumur di bawah 40 tahun.

Itu sekadar menyebut beberapa contoh anak muda yang mendadak menjadi miliuner. Banyak anak muda menyerap mental korup yang sudah melekat dalam sistem. Mereka menyiasati hukum, memanfaatkan peluang, kemudian menggerogoti uang rakyat untuk kepentingan diri dan kelompok.

Generasi muda koruptor itu membentuk komunitas kemudian larut dalam gaya hidup hedonis. Mereka bergerak dari hotel ke hotel melakukan transaksi gelap dan haram. Mereka membicarakan fee proyek yang dibiayai baik APBN maupun APBD lalu miliaran uang rakyat mengalir ke rekening istri, anak, atau kerabat.

Para koruptor muda itu seperti bunglon yang mudah bersalin warna. Di depan televisi mereka membungkus diri sebagai pembela rakyat. Mereka mengumpat pemerintah karena tidak mengutamakan kepentingan publik.

Kita prihatin, sungguh prihatin, melihat kaderisasi dan regenerasi koruptor yang kian berkembang. Tidak ada kata lain kecuali lawan!

Jutaan rakyat tidak boleh kalah oleh ulah koruptor muda. Rakyat harus bersatu melakukan pengawasan berlapis atas proses penyelenggaraan negara.

Di sisi lain, fungsi penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi perlu kian dikukuhkan. Pemiskinan koruptor melalui Undang-Undang Pencucian Uang akan mendorong anak-anak muda berpikir ulang sebelum melakukan korupsi. (mediaindonesia.com, 12/3/2012)